Piknik itu penting.
Sepenting kita memilih berbahagia.
gambar dipinjam dari: http://www.wix.com/blog/2013/08/15-original-picnic-ideas-for-labor-day/ |
Siang
terang benderang. Sinar matahari memancarkan cahaya nan menyilaukan.
Namun
anak usia empat tahun itu tak peduli. Ia tetap melapisi sekujur tubuhnya dengan
sarung. Memasang kaus kaki. Memeluk boneka beruang. Berbaring di atas
rerumputan sambil telentang. Menatap jauh dan tinggi ke angkasa.
Di
sebelahnya, duduk Sang Mama sambil memangku sebuah buku. Membawakan sebuah
kisah tentang bintang-bintang. “Mau jadi bintang kecil yang kerlap-kerlip? Ayo kita
kedip-kedipin mata”, kata Si Mama. Mereka lalu mengerjap-ngerjapkan mata, tergelak bersama.
“… Aku ingin terbang dan menari
jauh tinggi, ke tempat kau
berada”
Ketika
lagu Bintang Kecil resmi dinyanyikan, saat itu juga Si Anak membayangkan. Ini sudah
waktunya tidur. Mereka berdua lalu merangkak
ke bawah meja. Tidur berpelukan di dalam kemah-kemahan. Seolah-olah hari sudah
larut malam.
…
Tiga puluh tahun berlalu.
Mama yang dulu
setia menemani berkemah di bawah meja itu, kini telah tiada. Namun sebelum berpulang, ia telah mewariskan sebuah
kenangan. Tentang indahnya berpiknik di bawah meja. Tentang menikmati waktu
bersama orang tersayang. Melepas penat dan gelisah, tertawa, bercerita, saling menyentuh
dan menatap mata. Merayakan cinta.
Sekarang, anak
usia empat tahun itu sudah menikah dan jadi Ibu. Anaknya ada dua. Velma dan
Jojo namanya. Velma murid Sekolah Dasar kelas lima. Sedangkan Jojo, baru masuk
Taman Kanak-Kanak.
Seperti ibunya di
masa belia, Jojo dan Velma juga punya ritual merayakan cinta. Sekurang-kurangnya
seminggu sekali, mereka piknik berempat bersama Ibu dan Ayah. Dan sekurang-kurangnya tiga bulan sekali, Ibu dan Ayah mereka juga berpiknik bersama teman-teman.
Tempatnya bermacam-macam. Pantai, gunung, hutan, taman, halaman rumah, hingga kolong meja.
di taman dekat rumah [dok.pribadi] |
berjemur, bermain pasir [dok.pribadi] |
mewariskan cerita, mengenal kembali kearifan budaya [dok.pribadi] |
sesekali pergi berdua saja [dok.pribadi] |
merayakan momen kembali jadi "anak kecil" [dok.pribadi] |
piknik di rumah sambil memanfaatkan barang bekas [dok.pribadi] |
ceritanya, sedang berjemur di pantai [dok.pribadi] |
Hati-hati.
Kurang piknik menyebabkan perasaan jadi serba sensitif, mudah gelisah, dan menimbulkan hasrat nyinyir berlebihan.
Di manapun lokasinya, dengan siapapun kita kesana, saya setuju piknik itu penting. Sebab saat piknik, kita berkesempatan meninggalkan rutinitas barang sejenak, melepaskan penat, untuk berkunjung ke “dunia lain”. Memandang dari sudut yang berbeda dari biasanya.
Jika dilakukan di tempat terbuka seperti taman, tanah lapang, hutan, pantai, atau pegunungan, kita berkesempatan untuk menyapa alam. Menginjak rerumputan. Merasakan belaian angin. Mengijinkan diri dipeluk kehangatan sinar mentari. Bertemu capung, mendengar gesekan daun-daun.
Sementara jika dilakukan di dalam rumah, kita berkesempatan untuk berkenalan (lagi!) dan bermesraan dengan diri sendiri. Berdamai dengan situasi dan kondisi. Menerima. Bersyukur. Memanfaatkan apa yang ada. Membuat timbunan sampah jadi benda yang lebih berharga. Menggunakan benda-benda yang ada menjadi lebih banyak fungsinya. “Kalau kita piknik di dalam rumah, maka selimut, kardus, payung, dan bantal ini bisa manfaatkan jadi apa, ya?”, begitu kira-kira. Kreativitas mengalir, ide memancing gairah untuk menciptakan karya.
...
Bagaimana
jika dilakukan di alam terbuka, sekaligus dalam ruangan – yang suasananya
berbeda dengan yang biasa kita temui sehari-hari?
Bermalam di luar kota, dan liburan ke Bogor, misalnya?
Bermalam di luar kota, dan liburan ke Bogor, misalnya?
Itu
namanya rejeki. Sebab, kita bisa mendapatkan semuanya: Menyerap energi dari
alam, iya. Memanfaatkan suasana baru untuk memanjakan diri dan keluarga, iya
juga.
Di sana, kita:
Di sana, kita:
- Mau bangun pagi, yoga, napak bumi sambil mandi cahaya matahari... bisa.
- Mau bangun siang, malas-malasan di ranjang, lalu nyemplung ke kolam renang… oke.
- Mau duduk bengong di sofa, menyeruput secangkir kopi sambil menikmati waktu yang bergerak lambat… hayuk saja.
piknik bersama sahabat atau keluarga seperti ini, bisa dilakukan di hotel juga [dok.pribadi] |
Kalaupun
enggan keluar dari kamar, mau sarapan di atas kasur, menenggelamkan diri di dalam selimut, lalu nonton teve (baca novel, menggambar, menulis, you name it!) seharian pun… tak masalah :)
Satu
hal yang barangkali perlu kita catat dan ingat bersama:
Maka, dimanapun kita berpiknik, dengan siapapun, apapun yang dilakukan, alangkah bijaknya jika momen merayakan bahagia itu tidak membuat makhluk lain dan lingkungan jadi cedera.
PIKNIK ADALAH MOMEN MERAYAKAN CINTA. Sebuah perjalanan untuk merasakan kehadiranNya, dalam setiap keindahan yang kita rasa.
dok.pribadi |
Maka, dimanapun kita berpiknik, dengan siapapun, apapun yang dilakukan, alangkah bijaknya jika momen merayakan bahagia itu tidak membuat makhluk lain dan lingkungan jadi cedera.
- Gunakan tisu, listrik, sabun cuci dan kertas seperlunya.
- HIndari penggunaan styrofoam dan plastik. Utamakan membawa dan menggunakan peralatan yang bisa digunakan kembali dan mudah didaur ulang.
- Habiskan makanan yang sudah dipesan atau kita siapkan.
- Rapikan kembali fasilitas yang digunakan.
- Buang sampah pada tempatnya.
- Beli produk lokal. Jangan sadis-sadis saat menawar :)
Dengan demikian, semoga piknik yang kita lakukan mampu mengistirahatkan pikiran, membangkitkan keseimbangan, menambah kepekaan, meningkatkan
kecerdasan, mengembalikan “kewarasan”, dan berbagi kasih sayang.
Pada diri sendiri, juga alam semesta seisinya.**
Pada diri sendiri, juga alam semesta seisinya.**
Glosari:
Napak bumi: berjalan tanpa menggunakan alas kaki
Tulisan diikutsertakan dalam Lomba Blog "Piknik Itu Penting"