gambar, dipinjam dari: http://shawnlindsey.org/ |
Belakangan ini, salah satu topik diskusi bersama Velma (9 tahun), adalah mengenai tumbuhnya tanda-tanda kelamin sekunder. Salah satunya, payudara.
Ia mengatakan, beberapa temannya mengaku daerah itu terkadang terasa nyeri. "Tapi, cuma kadang-kadang aja lho!", tegasnya.
Kami lalu membuka buku dan youtube mengenai pertumbuhan payudara, dan belajar bersama-sama. Dari sana Velma menyimpulkan, "Jadi kadang-kadang nyeri itu karena kelenjar di dalamnya sedang tumbuh makin besar ya? Kayak Jojo, dong. Mau gede, kakinya pegel-pegel juga. Mama juga kan, pas hamil perutnya tambah besar, jadi minta pijet melulu sama Papa. Hihihi..."
...
Saya mengangguk, merenung.
Betapa segala sesuatu yang hidup memiliki kesempatan untuk berkembang dan tumbuh. Pertumbuhan itu menimbulkan perubahan. Sementara perubahan demi perubahan itu, seringkali menimbulkan rasa tidak nyaman.
Teringat bahwa menjelang persalinan pun.. seorang manusia ditakdirkan untuk mengalami nyeri. Nyeri yang wajar. Sama wajarnya seperti manusia yang merasakan mulas sebelum buang air besar.
Nyeri hadir bukan untuk membuat kita "sakit". Nyeri hadir untuk memberikan pertanda, bahwa ada sebuah mekanisme luar biasa dalam tubuh kita yang sedang bekerja.
Tanpa ada rasa nyeri, Ibu hamil mungkin bisa berojolan di mana saja, tanpa ada persiapan sebelumnya. Tanpa ada rasa nyeri, seorang perempuan mungkin tidak terpacu untuk mengenali tubuhnya sendiri, belajar melatih rasa sabar, merasakan kasih sayang orang sekitar, sembari berzikir mengingat Sang Pencipta.
...
Ternyata, selain mengalami "nyeri pertumbuhan" secara fisik, manusia juga mengalami secara batiniah, dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kejadian-kejadian yang tak diharapkan. Melalui rencana-rencanaNya yang hadir di luar dugaan.
Seringkali, cara yang kita pilih adalah menyingkirkan ketidaknyamanan itu. Buang ajah, toh banyak jalan instan.
Berdamai dengan nyeri memang nggak gampang. Butuh niat, ilmu, keterampilan, dan komitmen tanpa putus dalam menjalani dan merawat segala prosesnya.
Karen Salmansohn, seorang penulis asal Amerika, berkata:
"Often it's deepest pain which empower you to grow into your highest self".
Seringkali rasa nyeri atau sakit "yang paling daleeeemm" yang kita alami tersebut, justru memberi kita kesempatan untuk belajar banyak, sekaligus bertransformasi dengan tingkat kesadaran yang lebih tinggi. Lebih matang, lebih bijak.
Mungkin karena itulah, salah satu life skill yang perlu kita latih dalam hidup.... adalah berdamai dengan rasa "nyeri" dan tidak nyaman.
~ a note to my self
Tidak ada komentar:
Posting Komentar