Tempat saya belajar kembali,
bahwa untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, kita hanya perlu belajar
pada kearifan alam
foto: M Irwan Zam Zam |
Beberapa referensi menyatakan, interaksi dengan alam membuat anak-anak lebih peka terhadap ciptaan Tuhan. Mereka berkesempatan menyadari indahnya warna-warni bunga, aneka hewan yang tak pernah bisa ditemui di rumah, leganya bernapas di udara bebas polusi, dan pentingnya melestarikan alam.
Di saat yang sama, tanpa disadari interaksi kami jadi lebih dekat. Kami lebih sabar untuk mendengarkan, serta menjawab pertanyaan anak-anak yang kerap tak terduga: Sebuah momen "sepele bernilai investasi besar, yang lebih berharga dari logam mulia.
...
Hari Minggu lalu, Velma ditugaskan mengikuti lomba pramuka. Ia berangkat bersama teman-teman sekolahnya, dan orangtua dipersilakan menjemput mereka di sekolah.
Sambil menunggu Velma pulang, kami sekeluarga sepakat
untuk jalan-jalan. “Ada ide nggak, tempat baru yang asyik buat kongkow
seharian? Jadi, dari sana kita bisa langsung jemput Si Kakak sekalian”, tanya
saya pada papanya anak-anak.
“The Breeze aja, yuk? Mall baru di BSD City”,
jawabnya singkat.
Kening saya berkerut.
Tumben-tumbenan dia ngajak nge-mall di akhir
pekan. Sejak enam tahun yang lalu, keluarga kami berkomitmen menjadikan mall
sebagai destinasi terakhir dalam bersenang-senang. Selain cenderung menggoda
pengunjungnya untuk berlaku konsumtif, mall membuat kami jadi sibuk sendiri-sendiri; Saya asyik melihat-lihat baju, anak-anak asyik main di play ground. Suami? juga asyik sendiri di counter gadget.
Menanggapi pertanyaan saya, Suami tidak banyak berkata-kata. Ia hanya menyiapkan dua buah tumbler berisi air putih, lalu memberi komando, “Tiga puluh
menit lagi kita berangkat. Ayo Mama sama Jojo siap-siap!”
Bermesraan dengan alam
Kendaraan kami resmi bergerak ke arah selatan Jakarta. Memasuki lokasi The Breeze, saya berkali-kali berdecak kagum sambil mengamati sekeliling:
hai, Koi! Apa kabarmu hari ini? / Dyah Pratitasari |
Saya baru menyadari, bahwa mall yang satu ini
memiliki konsep berbeda.
Di saat pengembang lain berlomba-lomba membangun gedung
pencakar langit, Sinar Mas Land, pengembangnya, justru terkesan sungkan mengalahkan tinggi pohon kelapa. Di saat developer lain bersaing meraih laba dengan menciptakan hutan (beton) belantara, ia juga "merelakan" lahan tanahnya yang lapang "menganggur" begitu saja, didiami oleh rerumputan dan menjadi kawasan resapan.
Menariknya lagi, mall yang satu ini tidak memiliki pintu masuk.
Sejauh mata memandang, yang saya temukan hanyalah ruang hijau dengan 5 bangunan terpisah, setinggi 1 hingga 3 lantai.
Meskipun demikian, fasilitasnya relatif lengkap. Di dalamnya terdapat kolam ikan, danau, akuarium air laut, toko, kafe, restoran, food court, tempat fitness, spa, meeting room, hingga wedding chapel.
Konon, itu karena The Breeze merupakan salah satu inovasi
sekaligus wujud komitmen mereka, dalam mengusung idealisme ramah lingkungan dan hidup
keberlanjutan.
Semua berinteraksi, tanpa sekat / Dyah Pratitasari |
Foto: Dyah Pratitasari |
Foto: Dyah Pratitasari |
Foto: Dyah Pratitasari |
Foto: Dyah Pratitasari |
Bebas jalan santai sambil melepas alas kaki |
Sebagian bunga yang menemani saya kemarin |
Saat asyik berjalan, dua ekor iguana melintas dan bersembunyi di rerumpunan |
Hai iguana. kalian sedang apa? |
Destinasi yang mampu memfasilitasi ibu dan anak bermain seperti inilah yang kami cari! (Foto: M Irwan Zam Zam) |
Let's Inspire The World to SAVE The Planet |
Bukan Sekadar Slogan
Mentari beranjak ke ufuk barat.
Kendaraan yang kami tumpangi bergerak meninggalkan BSD City.
Sambil menggenggam erat jemari Jojo yang terlelap, saya mencatat pelajaran baru. Ternyata, inovasi bukanlah sekadar berbicara tentang geniusnya menusia dalam menemukan "hal baru". Inovasi, artinya juga berani menjadi bagian dari solusi, dan menciptakan harapan terhadap masa depan yang lebih baik.
Senang, bisa menemukan salah satu wujud nyatanya di sini.
"Ketika pohon terakhir telah ditebang,ketika sungai terakhir telah dikosongkan,
ketika ikan terakhir telah ditangkap,
barulah kita akan menyadari bahwa uang tidak bisa dimakan”
― Eric Weiner, The Geography of Bliss: One Grump's Search for the Happiest Places in the World