Foto saya
Mama dua anak, istri dari satu suami. Kini menjalani aktivitas sebagai konselor menyusui, doula persalinan, tukang motret, dan supir pribadinya anak-anak. Rumah ini berisi catatan randomnya, dalam belajar hidup sebagai manusia.

Selasa, 25 Februari 2014

Sepotong Adegan tentang Ayam Goreng Kalasan


Apa yang membuat ingatan melayang pada sosok Ibu?
Nasihat-nasihatnya? Masakan buatannya?

Bagi saya, dua-duanya.

Dari sekian banyak jenis masakan, salah satu favorit saya adalah Ayam Goreng Kalasan. Masih melekat kuat di kepala, saya pertama kali mengenal jenis makanan ini sekitar dua puluh lima tahun yang lalu, dari sebuah warung tenda, di bilangan jalan Sisingamangaraja, Semarang Selatan.

Supaya nggak terus-terusan jajan, suatu waktu, Mama mengajak saya memasak sendiri di rumah.

“Ayam kesukaan kita itu nggak turun begitu saja dari langit. Ada prosesnya. Kita perlu pergi ke pasar beli ayam, juga nguleg bumbu. Nanti waktu ayamnya sudah selesai diungkep, masih harus digoreng dulu. Dari situ, kita belajar berproses. Sama seperti hidup. Ada rangkaiannya. Coba apa yang terjadi kalau gara-gara kurang sabar, ayam yang baru setengah mateng diungkep ini langsung digoreng?” tanya Mama.

Bumbunya kurang meresap.

“Iya bener. Rasanya jadi kurang mantep. Pas digoreng, ayamnya mungkin juga mateng. Tapi di luar. Di dalam, biasanya masih tersisa darah-darah beku. Artinya, kita perlu belajar untuk nunggu. Toh, sambil nunggu, kita bisa mengerjakan yang lain. Seperti yang kita lakukan sekarang”, lanjutnya lagi, sambil memberi instruksi untuk mencuci lalapan, menyiapkan piring, juga kobokan.



Malam itu, sejarah resmi berulang.

Di dapur mungil, bersama resep Ayam Goreng Kalasan, sederet kalimat terwariskan. Dari seorang anak yang sudah alih peran menjadi Mama. Pada anak perempuannya. 

“Belajarlah untuk menghargai proses. Warnai hidup selagi prosesmu berjalan. Lakukan apapun yang BISA kita lakukan. Sekarang”


:)



dokumentasi pribadi



Ayam Goreng Kalasan ala Anak Mama
(4-8 porsi)

Bahan:
1 ekor ayam, cuci bersih, belah 4 (atau sesuai selera), kucuri air jeruk nipis, tiriskan
1000 ml air kelapa
Minyak, untuk menggoreng

Bumbu halus:
10 siung bawang putih
1 ruas jari lengkuas
½ ruas jari kunyit
1 butir kecil gula merah
2 sdt garam
2 lembar daun salam
2 batang serai, memarkan

Kremesan:
250 ml santan
125 gr tepung beras
30 gr tepung sagu
½ sdt garam
1 kuning telur
Sisa bumbu halus yang telah digunakan untuk ungkep ayam


Cara membuat:
Panaskan sedikit minyak dalam wajan. Tumis bumbu halus dengan api kecil sampai wangi.
Masukkan ayam. Aduk-aduk supaya bumbunya meresap sebentar. Tuangkan air kelapa.
Teruskan memasak menggunakan api kecil sampai ayam matang dan bumbu tersisa sekitar 1 gelas.
Angkat ayam, tiriskan. Goreng dengan minyak panas sampai berwarna cokelat keemasan.

Kremesan:
Aduk semua bahan hingga rata.
Tuang adonan ke dalam minyak panas, sedikit-demi sedikit. Aduk cepat.
Kecilkan api, goreng sampai berwarna cokelat keemasan.

Penyajian:
Hidangkan ayam goreng bersama kremesan. Lengkapi dengan sambal terasi dan lalapan J






Minggu, 23 Februari 2014

Diem, Ah!

dipinjam dari: http://files.myopera.com/mynoel/albums/793734/turtle%20cartoon.jpg



Mak, Tuhan itu...

orang kayak kita?


bukan


tinggal dimana?

bisa di mana-mana


oh, kayak kura-kura?

husss, bukan!


dia besar?

mmm.... ya


sebesar gunung?

nggak. lebih besoaaaarrrr...


tinggal di langit?

bukan


terus kenapa Mak kalo berdoa ngangkat tangan ke atas?

huss, udah ah. Diem!


kenapa juga setiap nyebut Tuhan Mak ngeliatnya ke atas?

Sssssstttttt.... ampun deh ni anak. Diem deh!!! Diem gue bilang!!!!

Mak juga, ngggg..... nggak tau.


berarti,
kalo selama ini Emak cuma nyuruh Aye nurut, gak boleh nanya-nanya, itu karena Emak nggak tau jawabannya?
...


Jakarta, 24 Februari 2014





Minggu, 16 Februari 2014

Sarapan, Kebiasaan Baik untuk Masa Depan



dokumentasi pribadi / foto: Dyah Pratitasari


Jakarta, sore hari.

Seorang kawan, sebut saja namanya Rita, menelepon. Ia bercerita tentang Rama (7 tahun), putra semata wayangnya, yang baru saja menerima rapor di sekolah. “Gurunya bilang, Rama sering kelihatan ngantuk saat pelajaran. Gue bingung. Kenapa bisa begitu, ya?”, tutur Rita.

Menurut Sang Mama, jam tidur Rama cukup panjang. “Dia tidur jam sepuluh, bangun jam 5 pagi. Habis itu ya siap-siap ke sekolah,” tambah Rita. Mereka berangkat pagi-pagi sekali karena sekolah Rama berada di kawasan Jakarta Selatan, sementara rumah mereka terletak di Cibubur, Jawa Barat.

Usut punya usut, lantaran sering mengejar waktu di pagi hari tersebut, Rama jarang sarapan. Alasannya, waktu masih di rumah, Rama belum kepingin makan dan hanya menyeruput sedikit teh manis hangat atau minum susu. Sementara saat berada dalam perjalanan, Rama sering ketiduran. Efeknya, pas sampai di sekolah, perut Rama seringkali belum terisi makanan sama sekali.


Sebuah survei menyimpulkan, anak-anak di Indonesia tidak sarapan karena beberapa alasan. Mulai dari sulit dibangunkan (59%), menolak sarapan (19%), dan enggan menghabiskan makanan (10%). Sementara itu, sekitar 6% orangtua juga beranggapan, sarapan akan membuat anak-anak terlambat pergi ke sekolah. Dengan kata lain, kesibukan dan keterbatasan waktu yang kita miliki turut menyumbang andil anak-anak melewatkan sarapan sebelum mulai beraktivitas.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, terhadap 35.000 anak usia sekolah juga menemukan, bahwa kalaupun sarapan, anak-anak hanya mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat dan minum (23,7%), atau makanan berkualitas rendah (44,6%). Hanya 0,61 persen anak-anak yang mengonsumsi pangan lengkap saat sarapan, yang terdiri dari karbohidrat, protein, sayur, buah-buahan, dan air.

Pentingnya sarapan


Fenomena tersebut memerlukan perhatian khusus. Pasalnya, saat tidur di malam hari, perut kita berada dalam keadaan kosong. Kadar gula darah pun menurun.

Menurut Prof DR Ir Hardinsyah, MS, Ketua Umum PERGIZI PANGAN, sarapan berperan menyumbangkan 15 hingga 30 persen energi dalam sehari. Energi ini digunakan oleh tubuh sebagai bahan bakar beraktivitas, melakukan berbagai fungsi metabolisme, tumbuh dan berkembang, juga berpikir.

Bayangkan saat mobil kita kehabisan bensin. Ia akan mogok, tak mampu berjalan. Seperti itu jugalah kondisi tubuh kita saat bahan bakarnya kurang. Fungsi tubuh akan terhambat. Konsentrasi menurun, tubuh terasa kurang bergairah, stamina pun ikut terganggu.

Perut kosong karena tak sarapan juga membuat kadar gula dalam darah menurun drastis. Untuk mengimbanginya, tubuh memerlukan kadar gula secara cepat. Biasanya, kondisi ini bisa kita rasakan menjelang waktu makan siang. Kita menjadi lebih “rakus”, ingin makan dalam jumlah banyak, atau cenderung makan makanan yang manis-manis. Efeknya, orang yang tak terbiasa sarapan cenderung lebih berisiko terhadap pola makan yang kurang sehat, kegemukan, dan gangguan lainnya.

Karena efek dominonya itulah, para ahli merekomendasikan sarapan sebagai kebiasaan penting, bahkan menjadikannya sebagai salah satu pilar perilaku dan budaya makan sehat.

Sarapan sehat, seperti apa?


Hardin mengatakan, kita sering salah kaprah memaknai sarapan. Misalnya, minum air, kopi, atau teh manis, sudah dianggap sarapan. Demikian juga halnya saat makan sepotong roti, donat, atau telur ceplok, sudah dianggap sarapan.

Menurutnya, sarapan yang baik adalah yang memenuhi semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Mulai dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, serat, juga air.


foto dipinjam dari www.danonenutrindo.org


Dalam praktiknya, zat-zat gizi ini dapat kita peroleh dari berbagai jenis sumber makanan. Karbohidrat, misalnya, tidak harus berupa nasi. Ia bisa berasal dari umbi-umbian, jagung, atau sereal. Protein bisa dikombinasikan dari sumber hewani (seperti ikan, ayam, atau daging) dan sumber nabati (seperti tahu, tempe, dan kacang-kacangan). Demikian juga dengan lemak, bisa diperoleh dari lemak baik seperti minyak zaitun, atau buah alpukat. Asupan vitamin, mineral, dan serat, kita peroleh dari sayur dan buah-buahan. Bahan-bahan makanan ini bisa kita olah menjadi beraneka macam sajian.


sumber karbohidrat, tidak harus nasi 


Jika boleh berbagi, di rumah saya, misalnya, menu sarapan diusahakan bervariasi. Baik jenis bahan makanannya, jenis hidangannya, juga warna-warnanya. Kalau hari ini sudah sarapan sup ikan wortel brokoli atau bubur oat labu kuning daging cincang, besoknya saya akan membuat sandwich dengan isi telur ceplok dan sayuran. Lusa, mungkin membuat nugget ayam dengan cocolan saus alpukat dengan wortel buncis sebagai pelengkap. 


bubur oat labu kuning daging cincang

Sup telur bakso ikan wortel brokoli. Bikinnya praktis sekali :)

Kadang-kadang, untuk menggugah selera anak-anak, saya juga menyajikan sarapan ala hotel, dengan menu sereal yang dilengkapi potongan buah dan susu. Sebagai pendamping sarapan, saya membuat jus buah segar, tanpa campuran gula.


Sarapan ala hotel, sambil duduk di teras rumah

Kok banyak banget?

Enggak juga, kok. Mengacu pada kebutuhan sarapan yang jumlahnya sekitar 15 hingga 30 persen dari kebutuhan gizi dalam sehari, kita bisa memainkan jenis-jenis makanan tadi dengan mengatur porsinya. Misalnya, apabila kebutuhan gizi harian berkisar antara 1500 hingga 2200 kalori, maka sarapan sebaiknya memuat 300 hingga 500 kalori. Jumlah ini dapat terpenuhi dengan setangkup kecil sandwich telur ceplok (dari satu lembar roti tawar gandum) dan segelas jus buah, atau satu mangkuk kecil sup ikan wortel kentang brokoli dan sepiring kecil buah potong.

Kelebihan porsi sarapan juga tidak baik, karena dapat membuat gula darah melonjak drastis. Ini ditandai dengan tubuh terasa “berat”, limbung, dan mudah mengantuk.

Agar sempat sarapan sehat


Terus… bagaimana caranya, dengan keterbatasan waktu yang ada, kita bisa menyiapkan sarapan berkualitas untuk keluarga?

Barangkali, kita dapat mencoba beberapa langkah di bawah ini bersama-sama:

·         Jadikan akhir pekan sebagai waktu berbelanja dan menyiapkan bahan makanan

Jika bekerja full time dari hari Senin sampai Jumat, kita bisa memanfaatkan hari Sabtu atau Minggu pagi untuk belanja ke pasar. Bahan-bahan makanan seperti ayam, ikan, dan daging bisa kita bumbui, kemudian disimpan ke dalam freezer. Sementara sayuran seperti brokoli, wortel, dan buncis, bisa kita cuci terlebih dahulu. Potong sesuai kebutuhan, masukkan ke wadah kedap udara. Jika perlu, buat daftar menu untuk beberapa hari ke depan. Dengan demikian, di pagi hari kita tinggal cemplung-cemplung, deh!

·         Bangun lima belas menit lebih pagi

Meskipun kelihatannya sepele, namun ada banyak hal yang bisa kita lakukan dalam lima belas menit. Misalnya, merebus sayuran, membuat omelet telur, dan menyiapkan buah potong. Kalaupun tak ada waktu khusus untuk sarapan di rumah, sayur-omelet-dan buah potong yang telah kita persiapkan tersebut bisa kita letakkan ke dalam wadah, dan dinikmati dalam perjalanan menuju kantor atau mengantar anak sekolah.

·         Siapkan sayuran segar secara khusus.

Untuk lebih menghemat waktu, saya juga sering menyiapkan sayuran segar seperti selada, potongan timun, atau tomat, di malam hari sebelum beranjak tidur. Dengan demikian, pada pagi harinya, saya tinggal mematangkan ikan, ayam, tahu, tempe, atau memasak lauknya saja.

·         Memanfaatkan makanan dalam kemasan

Saya percaya, salah satu syarat hidup sehat (dan bahagia) adalah bersikap jujur terhadap diri sendiri. Ada kalanya, saya terlalu lelah untuk membuat nugget homemade, memotong-motong buncis, atau menyiapkan makanan di pagi hari. Pada saat itulah, saya memanfaatkan makanan dalam kemasan seperti sayuran beku, nugget pabrikan (tetap pilih yang berkualitas!), dan sereal instan siap saji. Supaya lebih sehat, makanan dalam kemasan tersebut saya sajikan bersama makanan segar lain. Misalnya, nugget dipadukan cocolan alpukat segar dan sayuran rebus, sayuran beku dikombinasikan dengan fillet ikan panggang, dan sereal disandingkan bersama potongan pisang ambon dan taburan kismis.

·         Sarapan bersama di sekolah

Kalau makan di rumah benar-benar sulit untuk kita usahakan, cara lain, kita juga bisa mengajak pihak sekolah untuk ikut berperan aktif dalam menyosialisasikan pentingnya sarapan. Di beberapa sekolah yang saya kenal, pihak sekolah meluangkan waktu sekitar 15 menit sebelum pelajaran untuk memberi waktu siswanya menikmati bekal sarapan. Ada juga yang bekerjasama dengan pihak kantin, menyediakan katering bagi siswa yang tak membawa bekal. Sementara seorang sahabat (yang demi menghindari macet, harus berangkat pagi-pagi sekali untuk mengantar putrinya sekolah) aktif mengajak teman-teman anaknya untuk sarapan bekal bersama sebelum bel pelajaran dimulai.

Nah, kita bisa menjajaki mana yang paling memungkinkan, sesuai dengan situasi dan kondisi yang kita hadapi sehari-hari.

Selamat menyiapkan sarapan! :)




Referensi:
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/article/view/7251

Foto:
dokumentasi pribadi - by Dyah Pratitasari